[HatiUntukAmmar] Ingatan Air Mata
Pagi
cerah pada suatu pesisir pantai ujung Sumatra, lebih tepatnya pantai ujung
Batee. Pantai yang banyak dikunjungi oleh wisatawan local maupun antar local
pada hari minggu atau hari libur lainnya, selalu menjadi kenangan tersendiri
pada seorang bernama Atin, mahasiswi berfakultas Ekonomi peraih cumlaud.
Er..Er..Er
di mana kamu nak?” Mama Atin memanggil dari dalam rumah.
Namanya
Atin, dipanggil Er karena nama dalam aktenya Eratin Marhamah. Hanya mama nya
saja yang memanggilnya Er tidak dengan semua orang lainnya.
“Er
di balkon ma” Jawab Atin
Mama
menghampiri tergesa-gesa ke arah balkon rumah.
“Ada
apa ma, lari-lari macam dikejar setan aja” Atin coba menanyakan.
“Gini
loh Er, tahu gak ada balita yang mengalami hal yang serupa dengan adikmu, Izar.
Tengok gih, mana tahu bisa kita bantu”
“Hah!,
yang betul ma?, baiklah kalau begitu Er akan ke sana” Atin segera tanpa babibu
pergi menemui balita itu.
Dalam
hatinya bercampur aduk antara sedih, cemas dan khawatir. Jangan sampai terulang
lagi bisik hatinya memohon.
Izar,
seorang balita yang merupakan adik dari Atin adalah pengidap penyakit langka
Atresia Biller, penyakit yang terjadi pada 1 dari 10.000 bayi. Izar sempat
ditolong namun, karena tubuh lemahnya tidak mampu bertahan, ia pun meninggal. Hal
inilah yang membuat Atin selalu bersedih walau sudah berlalu 2 tahun sejak
meninggal adik satu-satunya tersebut.
Atin
masih dalam perjalanan menuju rumah tersebut, masih memanjatkan doa dan
memberikan yang terbaik untuk sang balita tersebut bahkan jangan sampai
mengalami hal yang sama seperti adiknya. Bayangan tentang kisah adiknya membuat
Atin melambatkan jalannya motor maticnya.
*
2
Tahun lalu, tepatnya Oktober 2012, Izar tiba-tiba mengalami penyakit kuning
yang aneh karena setelah dua minggu penyakit tersebut tidak kunjung reda. Atin
telah berusaha membawa adiknya keluar masuk puskesmas, keluar masuk rumah sakit
bahkan sempat terpikir untuk membawa nya keluar negeri, namun karena
keterbatasan biaya diurungkanlah niatnya.
Memasuki
minggu kedua penyakit tersebut belum juga menampakkan perubahannya bahkan
bertambah parah. Para dokter yang merawatnya bahkan angkat tangan soalnya
penyembuhannya bahkan sampai saat itu belum tahu penyakit apakah yang diderita
Izar.
“Ayolah
dok, sembuhkan adikku” Rayu Atin pada dokter.
“Maaf
nak, saya pun tidak mengetahui penyakit apakah yang diderita adikmu”
“Penyakit
ini sangat langka, setelah besok sudah keluar tes laboratorium mungkin saya
bisa mengetahui penyakit ini” . Lanjut Dokter.
Atin
dan Mama hanya terdiam saat dokter beranjak pergi.
Seminggu
kemudian, dokter menemui Atin dan Mama. Dengan muka cemas dan semrawut karena
Atin selain menjaga adiknya juga harus kuliah membuatnya jarang tidur. Sembari
terus berdoa mereka bergegas memasuki ruang dokter.
“Bagaimana
dok dengan anak saya?” Tanya Mama Atin
“Dok,
bagaimana?”. Atin menyahut pula.
“Begini
nak Atin dan Ibu, tentang penyakit yang diderita Izar..” dokter menghentikan
perkataannya, seakan tercekat tidak tega untuk mengatakannya.
“Penyakit
yang diderita Izar itu termasuk penyakit langka, maaf” Dokter melanjutkan.
“Penyakit
ini diderita pada 1 dari 100.000 anak” Kembali dokter menjawab.
Seakan
ditimpa gunung, dihantam halilintar Atin dan Mama hancur lebur mengetahui
keadaan yang dialami oleh adiknya. Tidak menyangka bahwa adik yang selalu
tersenyum saat digendongnya akan mengalami penyakit seperti ini.
“
Lalu bagaimana penyembuhannya, Dok?” Mama bertanya
“Karena
penyakitnya langka maka kemungkinan penyembuhan juga akan sulit bahkan sangat
mahal” Jawab Dokter hati-hati.
Kembali
hati Atin dan Mama hancur dan semakin terpuruk. Namun masih ada seberkas
harapan pada hati mereka. “ Tidak apa dok, saya akan berusaha dengan baik
mencari dana tersebut lakukan saja penyembuhan adik saya, SEGERA!” Mama berkata
dengan yakin.
“Begini
Atin, dan Mama, sepertinya rumah sakit ini tidak memiliki alat yang cukup baik.
Saya menyarankan untuk dirujuk ke rumah sakit di Jakarta atau bahkan ke luar
negeri.” Dokter memberikan saran.
“Baik
kalau begitu dok, lakukan yang terbaik untuk adik saya” Atin memohon.
“Kalau
begitu saya akan buat surat rujukan ke rumah sakit x di Jakarta atau rumah
sakit Y di luar negeri” Dokter kembali “ Nanti adik kalian dapat memilih rumah
sakit mana yang akan menjadi tujuan kalian”.
Atin
dan Mama hanya bisa berharap pada ke dua rumah sakit tersebut.*
Atin
tiba di rumah Balita yang diketahui kemudian bernama Siti.
“Assalamualaikum”
Sahut Atin
“Waalaikumsalam,
eh nak Atin, ayok masuk” jawab Ibu Siti
“Terima
kasih bu”
“Ada
apa Tin kemari dan nampaknya kurang sehat ya?” Ibu Siti bertanya.
“Oia
ya bu?, gak ada kok bu. Saya hanya khawatir, apakah benar bahwa si Siti sakit
kuning?” Atin mencoba bertanya dengan hati-hati.
“Iya,
tahu dari mana? dari mama mu ya?” jawab Ibu Siti.
“Kalau
boleh tahu, sakit apa ya?”kembali Atin bertanya
“Sakit
anak-anak biasa, agak panas badannya”
“Boleh
saya melihat Siti bu?” Tanya Atin kembali.
“Boleh,
silahkan aja langsung masuk aja ke kamarnya di sana” Ibu Siti menunjukkan
kamarnya.
Atin
melangkah dengan perlahan agar tidak mengganggu ketenangan tidur sang bayi
mungil itu. Dan berharap apa yang dikhawatirkannya tidak mengenai Siti. Bayi
berumur 3 tahun 2 bulan ini masih menampakkan senyumnya walau agak pucat.
Dipegangnya badannya dan kepalanya, ternyata benar panas.
“Bu,
apakah sudah pernah diperiksa dokter?”
“Belum
lagi sih nak, nanti lah mungkin 2 hari lagi, mana tahu demamnya turun” Ibu Siti
menjawab sembari mengelus kepala Siti.
“Sebaiknya
cepat dibawa ke dokter, saya takut terjadi lagi” Kata Atin pelan
“Memang
kenapa nak Atin, kalau telat?” Tanya penasaran Ibu Siti.
Kembali
Atin mengingat kembali kejadian 2 tahun lalu.
*
“Ma,
maafkan Er, karena tidak menuruti perintah mama kemarin” Kata Atin dalam
pelukan Mama.
Sebelum
Izar dibawa ke dokter, Atin sempat berpikir bahwa penyakit adiknya adalah
penyakit biasa yang diderita bayi kebanyakan. Hanya berpikir bahwa penyakit ini
akan sembuh beberapa hari kemudian, sehingga setelah satu minggu sakit yang tak
kunjung sembuh barulah Izar dibawa menemui dokter. Bahkan tak banyak berpikir
bahwa air seni adiknya sudah berubah drastic hingga kuning pekat.
“Sudahlah
Er, tidak usah diingat lagi, mungkin ini merupakan peringatan dan menjadi
pelajaran bahwa penyakit pada bayi jangan sembarangan bahkan diremehkan begitu
saja” Mama menjawab sembari mengusap air matanya.
Atin
dan Mama memutuskan untuk mengambil rumah sakit luar negeri, hal ini
berdasarkan rekomendasi dari beberapa kerabat terdekat dan info yang beredar.
Bahkan biaya nya sedikti lebih murah. Berangkatlah mereka, menuju rumah sakit Y
dan mulai menemui ahli tentang penyakit langka ini. Ketemulah ahli penyakit ini
yang berasal dari Indonesia.
“Selamat
siang dengan keluarga Izar” Dr Dini menemui Atin dan Mama.
“benar
dok, say ibunya dan ini kakaknya” Mama dan Atin berkata seraya mendekati
Dr.Dini.
“ayo
masuk dulu ke ruangan saya” Dr Dini memberikan saran dan menunjuk masuk ke
dalam ruangan.
Mereka
pun masuk ke dalam ruanga Dr. Dini. Dalam ruangan yang luasnya 5 x 6 meter
terdapat gambar-gambar anatomi manusia baik bagian dalam maupun luar. Meja
kerja Dr. Dini terdapat foto seorang keluarga bahagia mereka, suami dan 2 orang
anak mereka, yang diketahui Mama dan Atin hari itu.
“Ibu,
dan kakak silahkan duduk”
“baik
Dok”
“Begini
bu, “ Dr Dini memulai pembicaraan setelah keduanya duduk.
‘Izar,
sebenernya anak yang baik. Dia tidak banyak melakukan perlawanan saat kami
periksa bahkan ia selalu tersenyum kepada saya dan perawat. Namun, setelah
melihat penyakit yang dideritanya yang sudah stadium tinggi membutuhkan operasi
dan tentunya hal itu mungkin berakibat bahaya bagi Izar.” Dr Dini mengucapkan
perlahan kata-kata agar tidak menyakiti Mama dan Atin.
“Bagi
saya Izar adalah anak saya juga karena penyakit anak saya yang pertama juga
seperti itu. Saya dan tim akan berusaha untuk menyelematkan Izar agar dapat
tertawa lebih bahagia ditengah keluarga” Dr Dini memberikan lanjutan
penjelasannya.
“jadi
Dok, bagaimana proses operasinya?” Mama menyahut penjelasan dengan lidah
tercekat.
“Insha
Allah operasi akan kami laksanakan awal minggu depan”
“
Dok, terima kasih. Leboh cepat lebih baik. Saya ingin melihat dek Izar
tersenyum lagi dan berceloteh di depan saya” Atin berkata.
“Oia,
Ibu dan Kak Atin untuk mempermudah operasinya saya punya saran” Dr Dini coba memberikan
sedikit saran.
“apa
itu dok,?”
“Perbanyak
shalat malamnya, sedekah dan berbuat baik pada orang lain ditingkatkan.
Sesungguhnya bantuan langit sangat diperlukan dalam hal ini”
“Tentu
dok, akan kami lakukan apapun itu untuk kesembuhan Izar” Mama berkata.
Pembicaraan
berakhir dengan penentuan harga-harga yang dapat dinegosiasikan dan beberapa
tindakan pasien yang harus dilakukan. Mama dan Atin keluar dari ruangan dengan
perasaan bercampur aduk.
“Ya
Allah tolonglah Izar agar meraih kesembuhannya” batin Mama dalam hati.
Selang
beberapa hari kemudian. Tiba saat operasi Izar akan dilaksanakan. Mama dan Atin
telah berusaha memberikan kontribusi ibadah semampu mereka. Tahajud yang tidak
kenal lelah tiap malam, bersujud dengan khusu’ hingga berlinang air mata,
meminta doa dari ulama dan anak yatim, dan sedekah yang luar biasa banyak.
Perhiasan tidak ada yang tersisa semua disumbangkan. Tinggal ikhtiar akan
segala keputusan Allah bagi Izar akan penyakitnya.
Operasi
yang berlangsung selama 5 jam terasa sangat lama bagaikan 5 tahun bagi Mama dan
Atin. Mereka bergantian menunggu di depan pintu ruang operasi dan bersujud di
masjid rumah sakit. Mulut tak pernah kering akan ucapan asma Allah. Hingga
tanda operasi selesai menyala dan menandakan Dr Dini akan keluar dan
mengumumkan hasilnya.
“Bu,
dan kakak..” Dr Dini memanggil. Tampak wajah sangat kelelahan dari raut
mukanya.
“Alhamdulillah,
penyakit Izar telah berusaha minimalkan.”
Keduanya
pun bersujud syukur akan berita baik. Berharap dapat segera menemui Izar dan
segera melihat wajah manisnya.
“Saya
berharap tubuh mungilnya mampu bertahan akan operasi panjang tadi.”
Mama
dan Atin meminta ijin untuk segera melihat keadaan adiknya. Dr Dini mengijinkan
setelah 2 jam pasca operasi.
Setelah
dua jam menunggu dengan harap. Izar sudah dipindahkan ke dalam salah satu kamar
yang sudah disiapkan.
“Izaaar…sayang
Mama nak”
“Mama,,,”
Izar tersenyum.
Perbincangan
hangat dan ceria serta kekeluargaan didapatkan. Mama dan Atin menceritakan
segala macam kisah tentunya dibumbui dengan lucu-lucu sehingga Izar tertawa
dengan hangatnya. Seakan kesakitan tersebut telah sempurna hilang. Mama dan
Atin bahkan selalu dalam kamar untuk menunggui saat Izar tertidur lelah
menunggu terbuka kembali mata yang bercahaya itu. Namun, setelah 24 jam pasca
operasi tubuh mungil itu tiba-tiba panas, matanya kembali merah serta keringat
yang begitu banyak. Mama dan Atin panik memanggil semua perawat dan dokter
segera memulihkan keadaan. Dr Dini dengan sigap segera mengintruksikan semua
perawat untuk dibawa ke ruangan perawatan intensif.
“Yaa
Allah apa lagi ini..” Batin dalam hati Mama.
Izar
mendapatkan banyak suntikan dan selang yang terpasang dalam tubuhnya. Hingga
suatu ketika Mama dan Atin melihat Dr Dini memegang alat kejut jantung. Tubuh
Mungil Izar mendapat kejutan terangkat dan jatuh kembali, Dr Dini kembali
memberikan kejutan yang ke dua kalinya. Tidak ada reaksi, Dr Dini mencoba alat
kejut jantung kembali untuk yang ketiga kalinya yang berarti ini percobaan
terakhir.
Bumi
seakan berhenti berputar, jam berhenti berdetik. Mama dan Atin melihat muka
lemas Dr Dini serta perawat. Salah satu perawat menutup wajah Izar dengan
selimut dan menandakan suatu masa telah hilang. Histeris. Ruangan serasa gelap
bagi Mama dan Atin.
Ingatan
akan kejadian ini selalu membuat Atin selalu dalam keadaaan murung. Diambilnya
alat telepon genggam, mengetiklah sebuah pesan singkat permohonan doa bagi sang
Balita yang kini memiliki penyakit yang sama seperti adeknya, Izar. Berputarlah
pesan singkat tersebut ke ratusan teman pelosoh dunia. Atin hanya berharap
Allah dapat memberikan kesempatan Balita tersebut merasakan nikmat Dunia
seperti dirinya dan balita lainnya.
Komentar
Posting Komentar